Senin, 13 Oktober 2014

Nasihat untuk Wanita Muslimah


Judul Asli  :      Advice to the Muslim Woman

Penulis  :  Syaikh Shalih bin Fausan Al-Fauzan

Judul Terjemahan  :  Nasihat untuk Wanita Muslimah

Alih Bahasa  :  Ummu Abdillah al-Buthoniyyah

Sampul  :  MRM Graph



Disebarluaskan melalui:




http://www.raudhatulmuhibbin.org
e-Mail: redaksi@raudhatulmuhibbin.org

Maret, 2008, Agustus 2010


RBauukduh  aihn ia l Maduahlaibhb  ino nylai nneg  deit-eBrjoeomka hkdaanri  daMri aoknta-lbinahe 
  e-Book versi bahasa Inggris dari www.al-ibaanah.com
sebagaimana  aslinya,  tanpa  perubahan  apapun..
Dipersilahkan  untuk   menyebarluaskannya  dalam
  dbaenn ttuekta app mapeunnc,a nsetulammkaa nt isduamk buenrntyuak.  tujuan komersil





Mengenai Buku Ini


Buku  ini  adalah  terjemahan  lengkap  dari  transkrip
muhadarah  Syaikh  Shalih  bin  Fauzan  Al-Fauzan
berjudul “Nasihah Lil Mar’atil Muslimah” (Advice to
the Muslim Woman). Sumber yang digunakan dalam
terjemahan  ini  adalah  buku Muhadarat  fil-Aqidah
wad-Da’wah, kompilasi besar lebih dari 25 transkrip
muhadarah  Syaikh  Shalih  Al-Fauzan  dalam  topik
Aqidah  dan Manhaj  (vol.  3,  hal.  281-299, Markaz
Fajr, Edisi 2003).

Dalam  muhadarah  ini,  Syaikh  Shalih  Al-Fauzan
membahas  berbagai  topik  penting  berkenaan
dengan  wanita,  seperti  hijab  (jilbab),  berkhalwat
dengan  laki-laki  asing  (bukan  mahram–pent),
bepergian  tanpa  mahram,  dan  hal-hal  lain  yang
sangat  penting  untuk  dipahami  dan  dilaksanakan
oleh wanita Muslim.




***





Nasihat untuk Wanita Muslimah


Segala Puji bagi Allah, Tuhan segala sesuatu,
dan  semoga  shalawat  dan  salam-Nya
S tercurah  kepada Nabi  kita, Muhammad s,
demikian juga keluarga dan para sahabatnya.

Amma  ba’du:  Saudara-saudara  yang  bertanggungjawab
(mengorganisir) dakwah ini meminta bahwa muhadharah
ini  mengambil  tajuk  “Nasihat  untuk  Wanita  Muslimah.
Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa muhadharah
ini  hanya  terbatas  pada  wanita  saja.  Namun  ini  untuk
umum, dengan penekanan lebih pada isu-isu yang khusus
menyangkut wanita. Tidak ada keraguan bahwa seorang
laki-laki bertanggungjawab terhadap wanita karena Allah
telah  menganugerahkan  kaum  laki-laki  dengan
menciptakan  pasangannya  di  antara  mereka  sendiri,
sebagaimana Allah berfirman:

“Hai  sekalian  manusia,  bertakwalah  kepada  Tuhan-mu
yang  telah menciptakan  kamu  dari  diri  yang  satu,  dan
daripadanya  Allah  menciptakan  istrinya;  dan  daripada
keduanya  Allah  memperkembangbiakkan  laki-laki  dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah
yang  dengan  (mempergunakan)  nama-Nya  kamu  saling
meminta  satu  sama  lain,  dan  (peliharalah)  hubungan
silaturahim.  Sesungguhnya  Allah  selalu  menjaga  dan
mengawasi kamu.” (QS An-Nisa [4] : 1)

Dan Dia berfirman:

“Dialah Yang menciptakan  kamu dari diri  yang  satu dan
daripadanya  Dia menciptakan  istrinya,  agar  dia merasa
senang kepadanya.” (QS Al-A’raf [7] : 189)

Hikmah dibaliknya adalah agar mereka dapat menemukan
ketentraman  hati  kepadanya,  menikmati  kebersamaan
dengannya dan tempat menaruh kepercayaan dan rahasia
pribadinya,  sehingga  pada  gilirannya  dia  (wanita)  dapat
menolongnya dalam masa-masa  sulit hidupnya dan  juga
agar  dari  mereka  lahir  keturunan  yang  shalih,  Allah
berfirman:

“Dan  di  antara  tanda-tanda  kekuasaan-Nya  ialah  Dia
menciptakan  untukmu  istri-istri  dari  jenismu  sendiri,
supaya  kamu  cenderung  dan  merasa  tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang.  Sesungguhnya  pada  yang  demikian  itu  benar-
benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS
Ar-Ruum [30] : 21)

Ini  adalah  salah  satu  dari  tanda-tanda  Allah,  yakni  dalil
yang menunjukkan Kekuasaan dan Rahmat-Nya, dan haq-
Nya  sebagai  satu-satunya  Yang  Diibadahi  tanpa  sekutu.
Allah  telah menetapkan  komunitas manusia  terdiri  dari
dua  jenis  laki-laki  dan  perempuan,  sebagaimana  Dia
berfirman:

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku  supaya kamu
saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa  di  antara  kamu.  Sesungguhnya  Allah  Maha
Mengetahui  lagi Maha Mengenal.”  (QS Al-Hujarat  [49]  :
13)

Adapun  penyatuan  laki-laki  dan  perempuan  melalui
hubungan yang sah adalah karunia Allah karena darinya
memberikan  maslahat  yang  besar,  yang  paling  penting
adalah pembentukan masyarakat, pembentukan keluarga
dan  membangun  rumah  tangga.  Ini  dari  karunia  Allah.
Oleh  karena  itu,  pentingnya  perhatian  khusus  yang
diberikan kepada wanita dalam perspektif mengajari dan
membimbingnya,  dari  perspektif  memilih  wanita
beragama  yang  shalihah,  dari  perspektif  bergaul
dengannya  dimana  seorang  laki-laki  tidak menunjukkan
kekuasaan  atasnya  dengan  menekan  dan  memper-
lakukannya dengan tidak wajar. Allah berfirman:

“Dan  bergaullah  dengan mereka  secara  patut.”  (QS An-
Nisa [4] : 19)

Dan Dia berfirman:

“Talak  (yang  dapat  dirujuki)  dua  kali.  Setelah  itu  boleh
rujuk  lagi  dengan  cara  yang  makruf  atau  menceraikan
dengan cara yang baik.” (QS Al-Baqarah [2] : 229)

Hubungan antara pria dan wanita  telah  tetap dan  kuat.
Hubungan ini harus dibangun diatas apa yang telah Allah
syariatkan  dari  kebiasaan  terpuji,  perwalian  yang mulia,
dan  pergaulan  yang  baik.  Juga  kebahagiaan  kehidupan
perkawinan harus sesuai dengan apa yang diperbolehkan
Allah. Allah berfirman:

“Istri-istrimu  adalah  (seperti)  tanah  tempat  kamu
bercocok-tanam,  maka  datangilah  tanah  tempat
bercocok-tanammu  itu bagaimana saja kamu kehendaki.
Dan  kerjakanlah  (amal  yang  baik)  untuk  dirimu,  dan
bertakwalah  kepada  Allah  dan  ketahuilah  bahwa  kamu
kelak  akan  menemui-Nya.  Dan  berilah  kabar  gembira
orang-orang yang beriman.” (QS Al-Baqarah [2] :223)

Berdasarkan semua hal ini, pentingnya kedudukan wanita
dalam masyarakat  adalah  jelas  bagi  kita. Hal  ini  karena
wanita  adalah  pendamping  dan patner  pria.  Sejak Allah
menciptakan manusia pertama – yakni Adam alaihissalam
-  Dia  juga  menciptakan  wanita  baginya.  Sunnah  Allah
dalam hal ini akan terus berlangsung hingga hari kiamat. 

“Sebagai sunah Allah yang berlaku atas orang-orang yang
telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada
akan mendapati perubahan pada  sunnah Allah.”  (QS Al-
Ahzab [33] : 62)

Allah  telah  menjadikan  kewajiban  kepada  kaum  pria
untuk  taat  dan  beribadah  kepada-Nya,  dan  Dia  juga
memerintahkan  kaum wanita  untuk  taat  dan  beribadah
kepada-Nya  saja  tanpa  ada  sekutu  (bagi-Nya).  Dan  Dia
berjanji kepada pelaku amal kebajikan dari kedua jenis ini
bahwa Dia akan membalas mereka dengan pahala  yang
sangat  besar.  Demikian  juga,  Dia  mengancam  pelaku
kejahatan  dari  keduanya  bahwa  Dia  akan  menghukum
dan menyiksa mereka. Oleh karena  itu, pria dan wanita
mempunyai  kedudukan  yang  sama dalam hal  kewajiban
beragama secara umum.

Meskipun wanita dikhususkan untuk beberapa kewajiban
agama di  luar kaum  laki-laki, namun secara umum,  laki-
laki  dan  perempuan  setara  bila  hal  tersebut  terkait
dengan  peribadatan  kepada Allah,  taat  kepada-Nya  dan
menerima pahala dan hukuman. Allah berfirman:

“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya
(dengan  berfirman),  "Sesungguhnya  Aku  tidak  menyia-
nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu,
baik  laki-laki  atau  perempuan,  (karena)  sebagian  kamu
adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang
yang  berhijrah,  yang  diusir  dari  kampung  halamannya,
yang  disakiti  pada  jalan-Ku,  yang  berperang  dan  yang
dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan
mereka  dan  pastilah  Aku  masukkan  mereka  ke  dalam
surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya.”” (QS Al-
Imran [3] : 195)

Di antara kaum  laki-laki, ada yang Muslim dan Mukmin,
demikian  pula  diantara  kaum  perempuan  ada  yang 
Muslimah  dan  Mukminah.  Dan  juga  ada  Muhajirin  di
antara  kaum  laki-laki  dan  perempuan.  Mereka  setara
dalam pahala yang akan mereka terima. Allah berfirman:

“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun  perempuan  dalam  keadaan  beriman,  maka
sesungguhnya  akan  Kami  berikan  kepadanya  kehidupan
yang  baik  dan  sesungguhnya  akan  Kami  beri  balasan
kepada mereka dengan pahala  yang  lebih baik dari  apa
yang telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl [16] : 97)

Dan Dia berfirman:

“Sesungguhnya  laki-laki  dan  perempuan  yang  muslim,
laki-laki  dan  perempuan  yang  mukmin,  laki-laki  dan
perempuan  yang  tetap dalam  ketaatannya,  laki-laki  dan
perempuan  yang  benar,  laki-laki  dan  perempuan  yang
sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan
perempuan  yang  bersedekah,  laki-laki  dan  perempuan
yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara
kehormatannya,  laki-laki  dan  perempuan  yang  banyak
menyebut  (nama) Allah, Allah  telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar.”  (QS Al-Ahzab
[33] : 35)

Allah  telah menjanjikan  kepada  kedua  jenis  ini,  laki-laki
dan perempuan, dengan ampunan dan pahala yang besar
karena memiliki kepribadian yang disebutkan Allah (dalam
ayat  di  atas). Maka  sebagaimana  Allah memerintahkan
kepada  laki-laki,  Allah  juga  memerintahkan  kepada
perempuan. Allah berfirman:

“Katakanlah  kepada  orang  laki-laki  yang  beriman:
"Hendaklah  mereka  menahan  pandangannya,  dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang mereka perbuat".” (QS An-Nuur [24] : 30)

“Katakanlah  kepada  wanita  yang  beriman:  "Hendaklah
mereka  menahan  pandangannya,  dan  memelihara
kemaluannya,  dan  janganlah  mereka  menampakkan
perhiasannya,  kecuali  yang  (biasa) nampak daripadanya.
Dan  hendaklah  mereka  menutupkan  kain  kudung  ke
dadanya,  dan  janganlah  menampakkan  perhiasannya,
kecuali  kepada  suami mereka,  atau  ayah mereka,  atau
ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-
putra  suami  mereka,  atau  saudara-saudara  laki-laki
mereka, atau putra-putra  saudara  laki-laki mereka, atau
putra-putra  saudara  perempuan  mereka,  atau  wanita-
wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita)  atau anak-anak  yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan
kakinya  agar  diketahui  perhiasan  yang  mereka
sembunyikan.  Dan  bertobatlah  kamu  sekalian  kepada
Allah,  hai  orang-orang  yang  beriman  supaya  kamu
beruntung.” (QS An-Nuur [24] : 31)

Laki-laki  telah  diperintahkan  untuk  menundukkan
pandangannya dari melihat apa yang Allah larang, seperti
memandang perempuan dan melihat hal-hal yang dapat
menimbulkan  gairah  seperti  gambar-gambar  yang  tidak
senonoh  yang  dilarang  Allah  untuk  melihatnya.  Hal  ini
juga termasuk melihat dan mengintai aurat seseorang di
rumahnya. Hal ini terlarang bagi laki-laki dan perempuan
karena dapat membawa pada perbuatan-perbuatan yang
tidak bermoral dan tidak senonoh. Ketika Allah melarang
sesuatu,  Dia  juga  melarang  segala  hal  dan  jalan  yang
mengarah  kepadanya.  Contohnya  pandangan,  karena
pandangan  dapat  menjadi  jalan  (dari  perbuatan  tidak
senonoh –pent). Nabi s bersabda: “Kedua mata berzina,
dan zina mata adalah pandangan.”11) 

Pandangan adalah salah satu panah-panah syaithan. Jika
seseorang melepaskannya  (pandangan –pent), sungguh  itu
adalah  sebuah  panah  beracun  yang  membunuh  orang
yang melakukannya. Panah-panah itu kembali kepada hati
orang yang memandang.

Pandangan  adalah  anak-anak  panah  yang  kembali  pada
hati  seseorang  yang  memandang,  memukulnya,
mempengaruhinya,  membunuhnya  dan  menyebabkan
kematiannya.  Karenanya  tidak  satupun  mereka  boleh
memandang kepada apa yang dilarang Allah. Penciptaan
penglihatan  dan  mata  ini  adalah  karunia,  yang  harus
digunakan  manusia  hanya  untuk  apa-apa  yang
diperbolehkan  Allah.  Dia  harus menggunakannya  hanya
pada  hal-hal  yang  diizinkan  Allah  dan menahannya  dari
apa-apa yang Allah  larang. Allah berfirman  tentang  laki-
laki:  “Katakanlah  kepada  orang  laki-laki  yang  beriman:
"Hendaklah mereka menahan  pandangannya”  (QS  An-
Nuur  [24]  :  30),  dan  Dia  berfirman  tentang  wanita:
                                                
1
 Ini adalah bagian hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (2/343) dari
riwayat Abu Hurairah d. Hadits  ini dimulai dengan  lafazh:  “Setiap  anak
Adam mengambil bagian dari zina. Adapun kedua mata, maka zina-nya adalah
pandangan….”

“Katakanlah  kepada wanita  yang  beriman:  "Hendaklah
mereka  menahan  pandangannya”  *QS  An-Nuur  [24]  :
31).

Dia  berfirman  tentang  laki-laki:  “memelihara
kemaluannya” (QS An-Nuur [24] : 30). Dan Dia berfirman
tentang wanita: “memelihara kemaluannya” (QS An-Nuur
[24] : 31).

Seorang  laki-laki  harus  memelihara  kemaluannya
demikian juga wanita dari hal-hal yang diharamkan. Tidak
laki-laki  maupun  perempuan  boleh  melakukan  hal-hal
yang dapat menyebabkannya jatuh ke dalam maksiat. Hal
ini  dapat  dicapai  dengan  mengenakan  pakaian  yang
sempurna  yang  dapat  menutupi  kemaluannya  dari
pandangan. Memperlihatkan  kemaluan  terlarang  karena
jika  pria  maupun  wanita  melakukannya,  akan
menimbulkan  godaan  dan  dorongan  untuk  melakukan
kejahatan.  Itulah  sebabnya  Allah  menciptakan  pakaian
bagi pria dan wanita – sebagai karunia dari-Nya:

“Hai anak Adam,  sesungguhnya Kami  telah menurunkan
kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian
indah untuk perhiasan.” (QS Al-A’raf [7] : 26)

Jadi, Allah menciptakan pakaian bagi dua sisi hikmah yang
teramat  besar.  Yang  pertama:  Untuk  menutupi  aurat;
yang kedua: Sebagai alat untuk keindahan, perhiasan dan
kecantikan.  Kemudian  Dia  mengarahkan  kita,  atau
mengabarkan kepada kita, pakaian yang terbaik daripada
pakaian  yang  dikenakan  di  tubuh,  dan  itulah  pakaian
takwa: 
“Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.” (QS A;-A’raf
[7] : 26)

Keduanya,  laki-laki  dan  perempuan,  harus  menutupi
auratnya dengan perlindungan yang memadai karena  ini
akan menjaga akhlak. Adapun (rasa) tidak tahu malu dan
ketelanjangan,  hal  ini  mendorong  pada  hal-hal  yang
merusak  akhlak.  Kehilangan  kehormatan,  penyebaran
kemaksiatan. Namun manakala aurat tersembunyi dengan
penutupan  yang  diperintahkan  Allah  yang  harus  ditaati
oleh  laki-laki  dan  perempuan,  hal  ini  akan  melindungi
kemaluan  dari  zina  dan  homoseksual  dan  melindungi
kemaluan dari perkara haram yang dilarang Allah.

Kemudian  Allah  mengkhususkan  wanita  dari  laki-laki,
dimana Dia berfirman:


“Dan  janganlah  mereka  menampakkan  perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah
mereka menutupkan  kain  kudung  ke dadanya,”  (QS An-
Nuur [24] : 31)

Disini  Allah  memerintahkan  wanita  untuk  mengenakan
Hijab, yang merupakan penutupan yang menyeluruh yang
menutupi tubuh wanita termasuk wajahnya, tangan, kaki
dan  seluruh  tubuhnya.  Hal  ini  juga  berlaku  untuk
rambutnya, yang harus ditutupinya dihadapan pria yang
bukan  mahramnya.  “Dan  janganlah  mereka  me-
nampakkan  perhiasannya”  berarti  dia  tidak  boleh
memperlihatkan  perhiasannya  baik  itu  perhiasan  fisik
yang  terdiri  dari  tubuhnya  seperti  wajah,  tangan,  dan
sebagainya,  atau  yang  berupa  dandanan  yang  dipakai,
seperti perhiasan, pewarnaan rambut, celak, dan lain-lain.

Wanita  telah  diperintahkan  untuk  menutupi  perhiasan
tubuhnya  demikian  juga  perhiasan  yang  dikenakannya,
yang  (digunakan untuk) menghiasi tubuhnya dengannya,
seperti  warna,  perhiasan,  celak  mata  dan  semisalnya.
“kecuali  yang  (biasa)  nampak  daripadanya”  merujuk
pada  bagian  luar  pakaian  menurut  pendapat  benar,
artinya: Apa yang jelas dengan sendirinya tanpa dia harus
menunjukkannya, dan  ini adalah pakaian  luar yang tidak
mengandung  (hal-hal  yang  menimbulkan)  godaan  atau
rangsangan.  Kemudian  Dia  berfirman:  “Dan  hendaklah
mereka  menutupkan  kain  kudung  (khumur)”.  Khumur
    adalah bentuk jamak dari khimar, yaitu merujuk pada
sesuatu  yang  menutupi  atau  menahan  sesuatu.  Itulah
sebabnya mengapa khamr (alkohol) disebut dengan nama
ini  karena  dia  menutupi  dan  menahan  (yakni
memabukkan)  pikiran.  “Dan  hendaklah  mereka
menutupkan kain kudung ke dadanya” Ini merujuk pada
bagian  terbuka  di  bagian  atas  pakaian  mereka  yang
memperlihatkan  bagian  tenggorokan  dan  bagian  leher.

Seorang  wanita  tidak  boleh  membiarkan  bagian  ini
terbuka bagi laki-laki untuk dipandang, namun sebaliknya
dia  harus  memanjangkan  khimar-nya  diatasnya.  Jika
seorang wanita diperintahkan untuk menutupi  lehernya,
maka  terlebih  lagi  wajahnya  harus  ditutupi.  Bahkan,
mengulurkan  khimar  di  atas  dada  dan  bagian  leher
diperlukan juga jatuh ke wajah. Alasannya karena khimar
diletakkan di atas kepala. Sehingga jika diletakkan di atas
kepala agar jatuh menutupi dada, maka hal itu termasuk
wajah. 

Apa  yang  juga  lebih  jauh  menerangkan  hal  tersebut
adalah pernyataan Aisyah g: “Pengendara laki-laki biasa
melewati  kami  ketika  kami  (para  isteri)  sedang  ihram
bersama Rasulullah s. Apabila mereka mendekati kami,
masing-masing  kami menjulurkan  jilbabnya  (dari  atas)
kepala  menutupi  wajah.  Dan  ketika  mereka  berlalu,
kami pun membuka kembali wajah kami.”2

Dan juga terdapat firman Allah:


“Hai  Nabi  katakanlah  kepada  istri-istrimu,  anak-anak
perempuanmu dan  istri-istri  orang mukmin:  "Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka".
(QS Al-Ahzab [33] : 59)
                                                
2
 Diriwayatkan  oleh  Imam Ahmad  (6/30), Abu Dawud  (no.  1833)  dengan
lafazh darinya, Ibnu Majah (no. 2935) dari Aisyah g.

Jilbab  adalah  kain  lebar  yang  dikenakan  wanita  untuk
membungkus  tubuhnya,  dan  yang  dikenal  sebagai  jaket
(luar)  yang  besar  yang  dikenakan  wanita  di  luar
pakaiannya.  Allah  telah  memerintahkan  wanita  untuk
meletakkannya menutupi wajahnya hingga tidak ada yang
terlihat dari seorang wanita yang dapat menjadi godaan
bagi manusia.

“Yang  demikian  itu  supaya mereka  lebih mudah  untuk
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (QS Al-Ahzab
[33] : 59)

Ini  adalah  perintah  kepada  wanita  untuk  mengenakan
hijab keatas  tubuhnya dan seluruh bagian yang menarik
yang  darinya dikhawatirkan menimbulkan  godaan. Allah
berfirman:

“Apabila  kamu  meminta  sesuatu  (keperluan)  kepada
mereka  (istri-istri  Nabi),  maka  mintalah  dari  belakang
tabir.” (QS Al-Ahzab [33] : 53)

Meskipun yang dimaksudkan dengan ayat ini adalah isteri-
isteri  Nabi,  ayat  ini  bersifat  umum.  Adapun  lafazh  dari
ayat  ini khusus untuk para  isteri Nabi, manakala artinya
bersifat universal untuk semua wanita, karena isteri-isteri
Nabi  adalah    suri  teladan  bagi  wanita  mukmin.  Allah
menjelaskan  secara  menyeluruh  dalam  pernyataan
berikutnya, dimana Dia berfirman:
______________________________________________________  15
http://www.raudhatulmuhibbin.org
Nasihat untuk Wanita Muslimah

“Cara yang demikian  itu  lebih suci bagi hatimu dan hati
mereka.” (QS Al-Ahzab [33] : 53)

Allah memerintahkan wanita yang akan ditanyai berada di
balik hijab. Apa yang dimaksud dengan kata Hijab adalah:
Sesuatu  yang  menutupi  wanita,  baik  itu  kain  maupun
dinding,  pintu  atau  benda  lain  yang  dapat  digunakan
untuk  menutupi  wanita  dari  seorang  laki-laki  ketika  ia
(laki-laki)  berbicara  dengannya  (wanita)  atau  bertanya
sesuatu kepadanya atau memberikan sesuatu. Semua  ini
harus  dilakukan  dibalik  hijab,  yakni  dibalik  tabir  atau
penutup. Jadi dia (laki-laki) tidak boleh melakukan kontak
dengan wanita ketika ia (wanita) tidak berhijab, atau tidak
terhijab dengan sempurna atau terbuka. Bahkan ia harus
berada  di  balik  tirai  yang  menutupinya,  apakah  itu
kainnya,  pintunya,  dinding  dan  lain  sebagainya.  Hal  ini
karena  yang demikian  “lebih  suci bagi hatimu dan hati
mereka” dari godaan.  Jika wanita menutupi diri mereka
dengan  berhijab  dan  pandangan  pria  tidak  jatuh  pada
mereka,  hati  keduanya,  pria  dan  wanita  akan
terselamatkan dari godaan dan hasrat. Hal ini jelas terlihat
dalam masyarakat Muslim  yang  berpegang  teguh  pada
Hijab.

Masyarakat yang berpegang teguh pada hijab terjaga dari
kerusakan  akhlak.  Bahkan  karena  kurangnya  (perhatian
pada)  Hijab  yang mengakibatkan  keburukan  akhlak  dan
godaan  terhadap gairah  laki-laki. Oleh karena  itu  firman
Allah:  “Lebih  suci  untuk  hatimu  dan  hati  mereka”
memuat dasar  yang universal bagi  seluruh umat  karena
Hijab mengandung pensucian hati bagi keduanya, pria dan
wanita, dalam  taraf yang  sama. Hal  itu menutup  semua
jalan yang dapat membawa pada kerusakan akhlak. 

Dalam  rangka  untuk  melindungi  kehormatan  pria  dan
wanita dan menjaga hati mereka dari godaan, dan sebagai
alat  untuk  menutup  jalan-jalan  yang  membawa  pada
kerusakan,  seorang  wanita  tidak  dibolehkan  bepergian
(safar)  sendirian  tanpa  seorang mahram. Hal  ini  karena
jika  seorang wanita ditemani oleh  seorang mahram, dia
(laki-laki)  akan  menjaganya,  melindunginya  dan
memperhatikan  kebutuhannya.  Nabi  s  bersabda:
“Haram bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah
dan  hari  akhir  bersafar  dalam  jarak  dua  hari  kecuali
ditemani oleh mahram.”3

Dalam  riwayat  yang  lain  dikatakan:  “sehari  semalam”4
manakala  di  dalam  riwayat  yang  lain  dinyatakan:
“bersafar.”5 Tanpa disebutkan jangka waktunya.

Apa yang dimaksudkan di sini adalah seorang wanita tidak
boleh  bepergian  sendirian  tanpa  mahram.  Jika  dia
melakukannya,  yakni  bepergian  sendirian,  dia  tidak
menaati  Allah  dan  Rasul-Nya,  melakukan  apa  yang
dilarang Allah dan membuka dirinya terhadap fitnah. Hal
ini berlaku secara umum dan setiap keadaan dan waktu.

                                                
3 d.
 HR Al-Bukhari (2/219-220) dari Abu Sa’id Al-Khudri
4 d.
 HR Muslim (no. 1339) dari Abu Hurairah
5
 HR Bukhari (4/18) dan Muslim (no. 1341)
Adapun mengenai perkataan sebagian orang – bahwa jika
seorang  wanita  bepergian  dengan  ditemani  oleh
sekelompok wanita, hal ini menjadi pengganti mahram –
maka  pandangan  ini  bertentangan  dengan  sabda  Nabi:
“Haram bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah
dan  hari  akhir  bepergian  sendirian  dalam  jarak
(perjalanan) sehari kecuali ditemani oleh mahram.”6

Sekelompok  wanita  tidak  dapat  bertindak  sebagai
mahram. Mahram  seorang wanita  telah dikenal  –  yakni
laki-laki  yang  tidak  boleh  dinikahi  karena  hubungan
kekeluargaan  (nasab),  seperti  ayah,  anak,  paman  dari
ayah, paman dari  ibu, …  atau  karena  sebab-sebab  yang
diperbolehkan, seperti  ikatan perkawinan, misalnya ayah
mertua, atau anak dari suami  (anak  tiri) atau hubungan
karena  persusuan  berdasarkan  sabda  Nabi  s:
“Diharamkan  bagi  persusuan  apa  yang  diharamkan
karena nasab.”77)

Oleh  karena  itu,  seorang mahram  adalah  laki-laki  yang
dilarang  (dinikahi) karena pertalian darah atau beberapa
alasan  yang  diperbolehkan.  Larangan  (menikah)  ini  juga
terus  berlangsung,  yakni  abadi.  Maka  apa  yang  tidak
termasuk dalam kategori ini adalah larangan (pernikahan)
sementara seperti saudara perempuan isteri dan bibi-bibi
dari ayah dan ibu isteri (bibi dari pihak mertua –pent). Itu
sebabnya  suami  tidak  dapat  bertindak  sebagai mahram
bagi saudara perempuan isterinya, meskipun dia dilarang
menikahinya  (iparnya  tersebut  –pent)  karena  larangan
                                                
6 d.
 HR Muslim (no. 1339) dari Abu Hurairah
7 d
 HR Bukhari (3/149) dari Ibnu Abbas
pernikahan  ini  bersifat  sementara.  Demikian  pula,  dia
tidak  dapat  menjadi  mahram  bagi  saudara-saudara
perempuan  mertuanya  (bibi  dari  isteri).  Inilah  yang
disebut  mahram.  Adapun  sekelompok  wanita,  mereka
bukanlah mahram.

Nabi s  telah menetapkan bahwa seorang wanita harus
didampingi seorang mahram ketika melakukan perjalanan
dalam  semua  keadaan,  apakah  itu  perjalanan  dengan
berjalan  kaki,  mengendarai  hewan,  di  dalam  mobil
ataupun pesawat. Sebagian orang pada masa sekarang ini
menyatakan  bahwa  tidak masalah  bagi  seorang  wanita
bepergian  dengan  pesawat  dan  seorang  mahram
mengantarnya  ke  bandara,  manakala  mahram  lainnya
menjemputnya di bandara yang lain. Kami katakan: Tidak,
hal  ini  tidak diperbolehkan,  karena dia bepergian  tanpa
disertai  mahram.  Dan  Nabi s  bersabda:  “Haram  bagi
seorang  wanita  yang  beriman  kepada  Allah  dan  hari
akhir  bepergian  sendirian  dalam  jarak  (perjalanan)
sehari  kecuali  ditemani  oleh mahram.”  Hal  ini  berlaku
apakah dia bepergian dengan berjalan kaki, dengan mobil,
atau  mengendarai  binatang.  Nabi  s  tidak
menetapkannya.  Namun  demikian,  penyebabnya  ada,
karena  hal  ini  berkenaan  dengan  fitnah  yang
dikhawatirkan akan menimpanya – meskipun dia berada
di  atas  pesawat.  Dia  tidak  selamat  dari  fitnah  dengan
menumpang pesawat terbang.

Lebih lanjut, ambil contoh jika pesawat tersebut terpaksa
merubah  tujuan  penerbangan  dan  mendarat  di  negara
lain, siapa yang akan menjemputnya di negara ini? Itulah
sebabnya harus ada mahram hadir menyertainya. Hal  ini
serupa suatu ketika seorang laki-laki datang kepada Nabi
s dan berkata:  “Ya Rasulullah,  saya hendak  ikut dalam
sebuah peperangan, tetapi istriku hendak berangkat haji.”
Nabi s  berkata  kepadanya:  “Kembalilah  dan  pergilah
haji bersama isterimu.”8 

Nabi s mengalihkan laki-laki ini dari peperangan agar dia
dapat menemani  isterinya berhaji dan bertindak sebagai
mahramnya.  Hal  ini  merupakan  dalil  bahwa  mahram
adalah persyaratan seorang wanita untuk berhaji atau ke
tempat  lainnya,  tidak  perduli  apakah  dia  bersama
sekelompok orang atau tidak. Inilah sebabnya para ulama
fiqih  rahimahumullahu, menyebutkan  bahwa  salah  satu
syarat dimana Haji menjadi wajib bagi wanita adalah jika
dia  memiliki  mahram  yang  siap  melakukan  perjalanan
bersamanya. Jika tidak ada mahram baginya, maka tidak
diwajibkan haji sampai ada seorang mahram untuknya.

Islam  juga  melarang  seorang  laki-laki  berdua-duaan
dengan  seorang  wanita  –  yang  berarti  dia  sendirian
bersamanya di tempat yang sunyi dan tidak seorang pun
hadir pada saat itu – karena ini membawa pada timbulnya
fitnah. Nabi s bersabda: “Berhati-hatilah masuk kepada
wanita.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana
dengan  kerabat  laki-laki?”  Beliau  menjawab:  “kerabat
laki-laki adalah merupakan kematian.”9 Artinya: Bahaya
bagi  anggota  keluarga  lebih  besar. Mengapa  demikian?
Karena seorang wanita kurang menahan diri dari kerabat
laki-laki  suaminya dibandingkan dengan  laki-laki  lainnya.
                                                
8 d.
 HR Bukhari (2/219) dari Ibnu Abbas
9 d.
 HR Bukhari (6/158-159) dari Uqbah bin Amir

Pengendalian  drirnya  terhadap  mereka  lebih  ringan.
Namun demikian,  semestinya  ini menjadi perhatian dan
kewaspadaan yang berlaku bagi kerabat laki-laki suami.

Adapun apa yang kita dengar sekarang  ini dari kejahilan
bahwa seorang saudara laki-laki suami, atau paman atau
keluarga  laki-laki  lainnya  (dari  pihak  suami)  menyapa
isterinya,  menjabat  tangannya,  berdua  saja  dengan
isterinya,  dan  datang  kepadanya  –  ini  tidak  memiliki
dasar.  Hal  ini  tidak  diperbolehkan  bagi  yang  bukan
mahram  untuk  mendatangi  wanita  (tanpa  hijab),  tidak
menjabat tangannya, tidak berkhalwat berdua dengannya
secara privasi kecuali jika ada orang lain di dalam rumah
dimana  privasi menjadi  hilang.  Adapun  dia memamsuki
rumah  manakala  wanita  sendirian,  dan  dia  bukanlah
mahramnya,  maka  hal  ini  bentuk  khalwat  yang  tidak
diperbolehkan dan berbahaya. 

Contoh  lain  jika dia  (laki-laki) memasuki  ruang kosong –
yang tidak ada orang lain kecuali dia dan sang wanita. Hal
ini  tidak  diperbolehkan  karena  hal  ini  akan  membawa
kepada fitnah. Meskipun kejadiannya adalah laki-laki yang
berdua  dengan  wanita  tersebut  dalam  ruang  privasi
adalah seorang dokter. Nabi s bersabda: “Tidak seorang
laki-laki yang berkhalwat dengan seorang wanita, kecuali
yang ketiga adalah syetan.”10 Hal ini berarti bahwa syetan
hadir dan menyebabkan mereka jatuh kedalam keburukan
akhlak yang tampak indah (dimata mereka –pent). Hal ini
karena  syetan  selalu  menyeru  kepada  fitnah  dan
mengambil  keuntungan  dari  kesempatan  ini  untuk
                                                
10 d
 HR Bukhari (6/158-159) dari Uqbah bin Amir

menebarkan  kerusakan  akhlak  kepada  mereka.  (Oleh
karena itu) untuk memotong semua jalan syetan dan para
pembantunya  dan  juga  jalan-jalan  kerusakan,  syariah
melarang laki-laki berkhalwat dengan perempuan.

Di  antara  bentuk  khalwat  baru  yang  muncul  di  zaman
sekarang  ini  adalah  wanita  yang  mengendarai  mobil
sendirian dengan seorang sopir yang bukan mahramnya.
Dia mengantarnya ke sekolah, ke pasar bahkan ke masjid.
Hal ini tidak diperbolehkan. Tidak diperbolehkan seorang
wanita berada di dalam mobil sendirian dengan seorang
sopir yang bukan mahram baginya karena ini merupakan
bentuk khalwat yang dilarang. 

Seorang  wanita  Muslimah  -  khususnya  di  zaman  kita
dimana  banyak wanita mulai  keluar  untuk  bekerja  atau
pergi ke pasar atau mengunjungi keluarganya dan lain-lain
– harus mewaspadai jenis khalwat yang terlarang ini, tidak
perduli  apakah  itu  terjadi  di  dalam  rumah,  di  mobil
ataupun di tempat lainnya.

Seorang wanita Muslimah juga tidak boleh keluar rumah
secara  berlebihan  kecuali  untuk  kebutuhan  yang  benar-
benar  mendesak  yang  tidak  dapat  dipenuhi  kecuali
dengan  keluar  rumah.  Maka  jika  dia  mempunyai
keperluan  untuk  keluar  (rumah),  dia  harus  menutupi
dirinya dan tidak mengenakan parfum. Alasan dari hal ini
adalah bahwa jika dia keluar rumah dengan mengenakan
parfum,  ini  merupakan  penyebab  timbulnya  kejahatan
dan  mengundang  perhatian  ke  arahnya,  demikian  juga
laki-laki akan memandangnya dan mengikutinya.

Sehingga manakala seorang wanita mampu untuk tinggal
di dalam rumahnya, hal itu lebih melindungi dirinya. Allah
menunjuk kepada para  isteri Nabi s  - yang merupakan
teladan bagi kita – dan berkata: 

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu.”  (QS Al-Ahzab
[33] : 33)

Ini berasal dari kata qaraar  yang berarti tetap tinggal dan
tidak  keluar  karena  ini  merupakan  hal  yang  terbaik
sebagai perlindungan bagi wanita. Maka selama dia tetap
tinggal di rumahnya itu adalah lebih baik baginya. Dan jika
dia memiliki  kebutuhan  untuk  keluar  rumah,  dia  boleh
pergi namun tetap menutupi diri (berhijab –pent).

Hal yang demikian karena Allah menyukai ketika wanita
shalat  di  rumahnya  dan  tidak  keluar  untuk  shalat  di
masjid, walaupun masjid adalah  rumah  ibadah dan suci.
Namun karena keluarnya akan menampakkannya dirinya
pada kejahatan, maka shalat di rumah lebih baik baginya
daripada shalat di masjid. Nabi s bersabda: “Janganlah
(kalian)  menahan  hamba-hamba  Allah  wanita  keluar
menuju Masjid Allah. Akan tetapi rumah mereka adalah
lebih baik bagi mereka.”11

                                                
11
  HR  Ahmad  (2/16  &  76),  Al-Bukhari  (1/216), Muslim  (no.  442).  Abu
Dawud (no. 879) dan Malik dalam Al-Muwatta (no. 465) dari Ibnu Umar d.
Juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad (2/475), Abu Dawud (no. 556) dan Ad-
Darimi (no. 1282) dari Abu Hurairah d.

Beliau  s  juga  bersabda:  “Dan  biarkan  wanita  keluar
tanpa (mengenakan) wewangian.”12

Adalah menyedihkan, banyak wanita yang keluar  rumah
sekarang  ini – bukan untuk sesuatu yang penting namun
hanya  untuk  sekedar  berjalan-jalan  di  pasar-pasar,
sedangkan  mereka  menghias  dirinya,  memakai  parfum
dan membuka wajahnya. Ketika mereka memasuki toko-
toko  dan masuk  ke  ruang  pameran, mereka membuka
wajahnya  di  hadapan  para  pekerja  dan  para  penjual
sebagaimana  layaknya  jika  mereka  adalah  mahramnya!
Dan  bercakap-cakap  dengan  ramah  kepada  mereka,
bercanda dan tertawa bersama mereka. Dimanakah rasa
malu itu, wahai Muslimah?! Tidakkah kamu takut kepada
Allah?

Yang  juga  diwajibkan  bagi  kaum wanita,  ketika mereka
keluar  (rumah)  untuk mengenakan  pakaian  yang  lebar,
besar,  kain  yang  menutupi  yang  tidak  mengandung
dekorasi  atau  perhiasan  di  dalamnya.  Pakaian  itu  harus
besar, longgar yang menutupi seluruh tubuhnya dan yang
tidak  melekat  pada  tubuh  yang  dapat  membentuk
anggota badannya.

Karenanya,  pakaian  wanita  harus  memiliki  beberapa
karakteristik:

Pertama: Harus lebar dan tidak ketat.
                                                
12
 HR Ahmad (2/438), Abu Dawud (no. 565), Ad-Darimi (no. 1282) dari Abu
Hurairah ￿; Imam Ahmad (5/192 & 193) dari Zaid bin Khalid al-Juhani d,
dan Imam Ahmad (6/69 & 70) dari Aisyah g.

Kedua:  Harus  meliputi  keserluruhan,  menutupi  seluruh
tubuhnya dan tidak membiarkan ada bagian yang terlihat
–  tidak  tangan,  kaki  atau  bagian  apa  saja  dari  wajah.
Pakaian itu harus menutupi seluruh tubuhnya.

Ketiga:  Tidak  boleh mengandung  dekorasi  atau  hiasan.
Pakaian  itu  harus merupakan  pakaian  biasa  yang  tidak
mengandung hiasan yang dapat mengundang perhatian.
Seorang  wanita  Muslimah  harus  berhati-hati  terhadap
apa yang dikabarkan Rasulullah kepada kita ketika beliau
 bersabda: 

 "Ada dua golongan dari penghuni neraka yang aku belum
pernah  melihatnya;  wanita  yang  berpakaian  tapi
telanjang,  mereka  berlenggak  lenggok  dan  bergoyang,
rambut  kepala mereka  seperti  punuk  unta  yang miring,
mereka  tidak  akan  melihat  surga  atau  mendapatkan
baunya,  dan  para  lelaki  yang membawa  cemeti  seperti
ekor  sapi  yang  mereka  gunakan  untuk  memukul
manusia.”13

                                                
13
 HR Ahmad (2/356) dan Muslim (no. 2128) dari Abu Hurairah d.

Perkataan  Nabi  s:  “wanita  yang  berpakaian  tetapi
telanjang”  berarti  bahwa mereka mengenakan  pakaian.
Namun demikian, pakaian  ini  tidak menutupinya  karena
pakaian  tersebut  pendek,  dan  tidak  menutupi  seluruh
tubuhnya – sehingga memperlihatkan tangan, lengan, kaki
dan  betisnya  –  atau  pakaiannya  menutupi  seluruh
tubuhnya  tetapi  transparan,  sehingga  memperlihatkan
apa yang ada dibaliknya. Hal ini serupa dengan apa yang
muncul di negara-negara yang tidak mengikuti etika Islam.
Kebiasaan  ini  telah  sampai  kepada  wanita-wanita  di
negeri kita, kecuali mereka yang Allah limpahkan rahmat
kepadanya.  Ini  adalah  kebiasaan  yang  dari  zaman
jahiliyah. Allah berfirman:

“dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti
orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (Al-Ahzab [33] : 33)

Tabaruj  berarti memperlihatkan  dirinya  secara  terbuka,
yakni membuka penampilan perhiasan wanita di hadapan
pria. Ini adalah Tabarruj.

Oleh karena  itu, apa yang diwajibkan bagi wanita ketika
dia keluar rumah adalah dia keluar rumah tanpa tabarruj,
yakni memperlihatkan  perhiasannya. Hal  yang  demikian
karena  Allah  bahkan  telah melarang  wanita  yang  telah
melewati  masa  monopause  untuk  keluar  dan
menampakkan perhiasannya, dimana Dia berfirman:

“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari
haid  dan  mengandung)  yang  tiada  ingin  kawin  (lagi),
tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka
dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan
berlaku  sopan adalah  lebih baik bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar  lagi Maha Mengetahui.”  (QS  An-Nur
[24] : 60)

Maka  jika  wanita  tua  yang  tidak  diharapkan  menikah
karena  umurnya  dilarang  untuk  menampakkan
perhiasannya, maka terlebih lagi kepada wanita muda dan
terlebih  lagi pada wanita cantik dan terlebih  lagi kepada
wanita  yang  diinginkan  untuk  dinikahi  –  bagaimana  dia
bisa  keluar  dengan  membuka  dan  menampakkan
perhiasannya? Ini adalah salah satu karakter jahiliyah.

Bergantung  kepada  seorang  wanita  yang  takut  kepada
Allah dan hari  kiamat untuk menjauhi  apa  yang banyak
dilakukan oleh wanita sekarang  ini yang  lemah terhadap
(aturan)  hijab  dan  dengan  santai  mengenakan  pakaian
berhias  ketika  keluar  rumah  dan menggunakan  parfum
ketika  keluar  rumah berbaur dengan pria dan bercanda
dengan mereka. Allah Jalla wa ‘Ala berkata kepada isteri-
isteri Nabi s:

“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita
yang  lain,  jika  kamu  bertakwa.  Maka  janganlah  kamu
tunduk dalam berbicara  sehingga berkeinginanlah orang
yang  ada  penyakit  dalam  hatinya,  dan  ucapkanlah
perkataan yang baik,” (QS Al-Ahzab [33] : 32)

Jika seseorang wanita butuh untuk berbicara kepada laki-
laki  yang  bukan  mahramnya,  dia  boleh  berbicara
kepadanya,  namun  dengan  nada  yang  biasa  tidak  ada
kelemah-lembutan  di  dalamnya  dan  tidak  dengan  cara
bercanda  dan  tertawa.  Bahkan  perkataannya  haruslah
biasa dan seperlunya – yakni pertanyaan dan  jawaban –
sesuai dengan kebutuhan saja. Dia tidak boleh berbicara
dengan  nada  terkesan  ramah,  tertawa  atau menggoda,
atau  dengan  lemah  lembut  dan  suara  yang  diindahkan,
yang membangkitkan keinginan seseorang yang memiliki
penyakit  di  dalam  hatinya.  Hal  ini  berdasarkan  firman
Allah:

“dan ucapkanlah perkataan yang baik,” (QS Al-Ahzab [33]
: 32)

Maka seorang Muslimah di zaman ini harus takut kepada
Allah mengenai  diri  dan  lingkungannya.  Demikian  juga,
wanita  di  zaman  sekarang,  yang  pertama  dan  utama,
wanita  Muslimah,  harus  memfokuskan  dirinya  dalam
membesarkan putera-puterinya di rumah, karena mereka
akan  ditanyai  tentang  anak-anak  yang  berada  dalam
pemeliharaan dan pengawasannya.

Mereka  harus  membesarkan  anak-anak  perempuannya
agar  memiliki  kelakuan  yang  shalih  dan  adab  yang
sepatutnya,  mereka  harus  menutupi  diri  mereka  dan
memiliki  rasa malu. Nabi s bersabda:  “Tiap-tiap kalian
adalah pemimpin dan tiap-tiap kamu bertanggung jawab
terhadap  yang  dipimpinnya. Wanita  adalah  pemimpin
rumah  tangga  suaminya,  dan  dia  bertanggung  jawab
terhadap apa yang dipimpinnya.”14

Maka seorang wanita harus membesarkan anak-anaknya
dengan akhlak yang baik karena semua anak yang tinggal
di dalam rumahnya berada dalam pengawasannya dan dia
bertanggungjawab atas mereka.

Juga diantara hal yang Allah jadikan terlarang bagi wanita
adalah  merubah  ciptaan  Allah,  yang  mana  syetan
bersumpah akan memerintahkan anak-anak Adam untuk
melakukannya.

“dan  akan  aku  suruh mereka  (merubah  ciptaan  Allah)".
(QS An-Nisa [4] : 119)

Penafsiran ayat  ini merujuk pada pencabutan alis mata,
tato,  menjarangkan  gigi,  menyambung  rambut,  telah
datang  kepada  kita  hadits:  “Nabi s  melaknat  wanita
                                                
14 d.
 HR Bukhari (8/104) dari Ibnu Umar

yang mencabut  (mencukur)  alis mata  dan  orang  yang
meminta  alis  matanya  dicabut;  wanita  yang
menyambung  rambut  dan  yang  meminta  rambutnya
disambung,  dan wanita  yang mentato  dan  yang minta
ditato.”15

Naamisah adalah seseorang yang mencukur bulu dari alis
mata  baik  dengan  gunting  maupun  pisau  cukur  atau
mencabutnya dengan cara lain, yang dengannya alis mata
hilang.  Inilah  apa  yang  dikenal  dengan  an-nams
(mencabut alis) yang dikutuk Nabi s setiap wanita yang
melakukannya.  Mutanammisah  adalah  wanita  yang
meminta  alis  matanya  dicabut.  Dia  juga  dikutuk
berdasarkan sabda Rasulullah s.

Ada  wanita-wanita  yang  terpengaruh  melakukan
pencukuran alis ini karena mengikuti wanita kafir, wanita
kotor dan  suka maksiat, dan wanita-wanita  yang bodoh
yang  tidak  perduli  dengan  ketidaktaatan  terhadap Allah
dan Rasul-Nya s. Dan setelah mereka melenyapkan alis
matanya,  mereka  mengambil  pewarna  dan
menggambarkan garis sebagai gantinya. 

Sungguh, Maha Sempurna Allah dari ketidaksempurnaan.
Apakah pewarna lebih baik dari alis mata? Apakah ia lebih
baik  dari  apa  yang  Allah  ciptakan?  Ini merubah  ciptaan
Allah.  Maka  tidak  diperbolehkan  wanita  Muslimah
mengikuti  prilaku-prilaku  buruk  ini  dan  kebiasaan  yang
tidak beradab, dan merubah ciptaan Allah.

                                                
15 d.
 HR Bukhari (71/62 & 62) dari Abdullah bin Mas’ud
Waashimah adalah wanita yang menggambar  tato, yang
dilakukan dengan tusukan jarum pada kulit atau mengiris
kulit  hingga  terbuka  sampai  mengeluarkan  darah  dan
menempatkan  diatasnya  bahan  celupan  atau  warna
sampai tergambar garis hijau pada tangan atau wajahnya.
Ini adalah washam, yakni tato.

Mustawshimah adalah seorang wanita yang meminta hal
tersebut dilakukan padanya.  Ini adalah bentuk merubah
ciptaan Allah. Demi Allah, mana diantara keduanya yang
lebih  baik  –warna  kulit  yang  Allah  ciptakan  atau warna
yang  dirubah??  Hal  ini  merupakan  taklid  buta  dan
ketaatan  terhadap  syetan  dalam  apa  yang  dia
perintahkan:

“dan  akan  aku  suruh mereka  (merubah  ciptaan  Allah)".
(QS An-Nisa [4] : 119)

Waasilah  adalah  wanita  yang  menyambung  rambut
dengan  rambutnya  sendiri.  Hal  ini  menipu  dan
memperdayakan.  Sebagai  contohnya  adalah  ketika
seorang  wanita  mengenakan  rambut  palsu  atau
menambahkan  rambut pada  rambutnya sendiri sehingga
orang  akan  mengira  seperti  itulah  rambutnya,  padahal
kenyataannya  itu  adalah  rambut  orang  lain  dan  bukan
rambutnya!  Wanita  ini  adalah  wasilah  dan  dia,
sebagaimana  orang  yang  meminta  agar  ini  dilakukan
terhadapnya, keduanya terkutuk.

Demikian  juga,  al-washar  berarti:  Mengikir  atau
menjarangkan  gigi:  “Nabi  s  mengutuk  wanita  yang
menjarangkan  gigi.”16  Hal  ini  merujuk  kepada  kaum
wanita yang mengikir gigi mereka dan menjarangkannya,
mengira  bahwa  hal  itu  dari  kecantikan  manakala  yang
sesungguhnya adalah ketaatan  terhadap syetan. Washar
haram.  Adapun  memperbaiki  gigi  jika  ada  kerusakan
padanya dan butuh untuk diperbaiki, maka hal  itu  tidak
mengapa karena ini merupakan bentuk pengobatan atau
menghilangkan  cacat.  Adapun  gigi  yang  tidak  terdapat
cacat  atau  penyakit, maka  tidak  diperbolehkan  seorang
wanita untuk melakukan pengikiran, penjarangan gigi, dan
lain-lain.

Nabi s  juga mengutuk wanita  yang meratap  dan  yang
meminta  untuk  meratap.17  Naa’ihah  (yang  meratap)
adalah  wanita  yang  meninggikan  suaranya  (meratap  –
pent.) pada saat musibah.

 “Rasulullah s  juga  mengutuk  saaliqah,  haaliqah,  dan
shaaqah.”18 
Shaaliqah  adalah  wanita  yang  menjerit  keras  ketika
tertimpa  kemalangan.  Ini  adalah  salah  satu  dosa  besar.
Nabi s bersabda: “Apabila seorang wanita suka meratap
tidak  bertaubat  sebelum  dia  meninggal,  dia  akan
dibangkitkan pada hari kiamat dengan baju dari ter dan
rok penyakit kudis.”19

                                                
16
 Lihat Shahih Bukhari  (71/61 & 62) diriwayatkan dari Abdullah Ibn Mas’ud
d.
17
 Diriwayatkan  Imam Ahmad  (3/65) dan Abu Dawud  (no. 3128) keduanya
dari Abu Sa’ud Ak-Khudri ￿.
18 s
  HR  Bukhari  (2/83)  dari  Abu  Musa  ￿  dengan  lafazh:  “Rasulullah
berlepas diri dari…”
19 d. 
 HR Muslim (no. 934) dari riwayat Abu Malik Al-Ash’ari

Pada masa jahiliyah, orang-orang akan menyewa seorang
wanita untuk meratap ketika seseorang meninggal. Hal ini
haram. Namun demikian,  tidak mengapa menangis atau
menitikkan  air mata  bagi  orang  yang meninggal  selama
tidak disertai dengan meninggikan suara. Nabi s pernah
menangis  dan  berkata:  “Ini  adalah  rahmat  Allah  yang
ditempatkan kepada hati seorang hamba.”20

Adapun  kegundahan,  keputusasaan,  meratap  kencang
dan meraung, hal  ini menyakiti orang yang meninggal di
dalam  kuburnya.  Diriwayatkan  dalam  sebuah  hadits
bahwa Nabi s bersabda: “Orang yang mati akan disiksa
karena ratapan yang dilakukan untuknya.”21 

Haaliqah  adalah  wanita  yang  memotong  rambutnya
ketika terjadi bencana, sedangkan Shaaqah adalah wanita
yang  merobek-robek  bagian  leher  pakaiannya  yang
terbuka atau merobek-robek pakaiannya ketika tertimpa
kemalangan.  Ini  karena  semua  hal  ini  menunjukkan
kegundahan dan keputusasaan terhadap qadha dan qadar
Allah dan juga kurangnya kesabaran.

Apa yang diwajibkan pada saat tertimpa musibah adalah
kesabaran dan tawakal. Allah berfirman:

 
                                                
20
 HR Bukhari  (2/80) dan Muslim  (no. 923) dari  riwayat Usamah bin Zaid
d.
21 d.
 HR Bukhari (2/81 & 82) dari riwayat Al-Mughirah


 “Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka  mengucapkan,  "Innaa  lillaahi  wa  innaa  ilaihi
raaji`uun" Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang
sempurna  dan  rahmat  dari  Tuhan mereka,  dan mereka
itulah  orang-orang  yang  mendapat  petunjuk.”  (QS  Al-
Baqarah [2] 155-157)

Singkatnya:  Wanita  mempunyai  tanggungjawab  dan
kewajiban  dalam  kehidupan  ini.  Dia  bertanggungjawab
terhadap  perbuatannya.  Dia  telah  diperintahkan  untuk
melakukan  kebaikan  dan  dilarang  untuk  melakukan
keburukan. Dia akan mendapatkan pahala atau hukuman.
Dia memiliki tanggungjawab yang besar. Kaum terdahulu
dan sekarang  tidak hancur kecuali karena dalam banyak
kasus  wanita  lah  yang  menjadi  penyebabnya.  Wanita
adalah alat yang membawa kepada bahaya jika dia tidak
menjaga  dirinya  dan  jika  kaumnya  tidak melindunginya.
Ceramah mengenai kaum wanita akan terus berlangsung,
namun  (pada  kesempatan  kali)  ini  (kita)  cukupkan.
Semoga  shalawat  dan  salam  tercurah  kepada Nabi  kita
Muhammad s, keluarga dan para sahabatnya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar